|
Kenangan bersama Alm. Prof. Dr. Muhaimin, MA (Pakar Kurikulum Indonesia) |
PENGEMBANGAN PROGRAM AKSELERASI DI
MADRASAH
Amru Almu'tasim, SH.,S.Pd.I.,M.Pd.I
NIDN: 2105097901
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Konsep
dan ide dari program akselerasi berasal dari Direktorat Pendidikan Luar
Sekolah, Dirjen Dikdasmen Depdiknas, yang intinya bahwa anak luar biasa baik hiperior
(kecerdasan rendah) maupun superior (kecerdasan tinggi), atas nama
keadilan mereka perlu diberikan perlakuan yang istimewa. Dalam perkembangan
konsep tersebut direalisasikan pada pendidikan kelas akselerasi yang nota bene
mengakomodasi dari sisi anak luar biasa yang superior. Kelas akselerasi berfungsi
ssebagai kelas percepatan pembelajaran yang disajikan kepada peserta didik yang
memiliki kemampuan lebih atau istimewa dengan materi atau kurikulum yang padat
sehingga dalam waktu lebih pendek mereka dapat menyelesaikan pendidikannya. Penyelenggaraan program akselerasi
merupakan salah satu implementasi dari Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 4, yaitu “Bahwa warga Negara yang
memiliki kercerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”.
Program akselerasi adalah program pelayanan pendidikan peserta didik yang
memiliki potensi cerdas istimewa dan/atau berbakat istimewa (CI/BI). Dalam
program akselerasi, penyelesaian pendidikan dapat ditempuh dengan jangka waktu
yang lebih singkat dibandingkan dengan program seperti biasanya. Artinya
peserta didik kelompok ini dapat menyelesaikan pendidikan di SD/MI dalam jangka
waktu 5 tahun dan di SMP/MTs atau SMA/MA dalam waktu 2 tahun.
Dengan mengacu pada berbagai hasil penelitian, diperkirakan
terdapat 2,2% anak usia sekolah yang memiliki kualifikasi CI+BI. Menurut data
BPS tahun 2006 terdapat 52.989.800 anak usia sekolah. Artinya terdapat sekitar
1.059.796 anak usia sekolah yang memiliki kualifikasi CI+BI. Berdasarkan data
Asosiasi CI+BI Nasional, baru sekitar 9551 anak CI+BI yang dapat mengikuti
program akselerasi. Ditinjau dari segi kelembagaan, dari 260.471 sekolah, baru
311 sekolah yang memiliki program layanan bagi anak Cerdas
Istimewa dan Bakat Isitimewa (CI+BI). Sedangkan di madrasah, dari 42.756
madrasah, baru 7 madrasah yang menyelenggarakan program akselerasi. Ini berarti
masih sedikit sekolah/madrasah yang memberikan layanan pendidikan kepada siswa
CI+BI.
Untuk itu dirasa perlu menurut penulis mengadakan pengkajian
terkait program akselerasi pada Madrasah di Negara kita, apakah bisa dan tepat
diterapkan di Indonesia? Apakah program itu berhasil atau malah memunculkan
carut marut permasalahan baru pada pendidikan di Negara kita? dan dari mana
asal muasal sejarah program akselerasi itu, sehingga menurut para pembuat
kebijakan pendidikan bisa diterapkan juga pada Negara kita, bagaimana
pula menurut tinjauan para pakar pendidikan, tinjauan dari historis, yuridis
dan sosiologis. Semua akan dibahas dalam makalah ini.
1. Bagaimana pengertian program akselerasi ?
2. Bagaimana pedoman program akselerasi menurut
tinjauan historis, yuridis dan sosiologis ?
3.
Mengapa diperlukan program akselerasi ?
4.
Bagaimana pandangan pakar tentang program akselerasi ?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui defenisi program
akselerasi.
2. Untuk mengetahui pedoman program akselerasi ditinjau dari historis, yuridis dan sosiologis.
3. Untuk mengetahui tujuan program
akselerasi.
4. Untuk mengetahui tinjauan pakar
tentang program akselerasi.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGEMBANGAN PROGRAM AKSELERASI
DI MADRASAH
A. Pengertian Program Akselerasi
Akselerasi berasal dari Bahasa Inggris acceleration
yang berarti proses mempercepat; peningkatan kecepatan; percepatan; laju
perubahan kecepatan.
Colangelo
dalam Hawadi memaparkan bahwa istilah akselerasi menunjuk pada pelayanan
yang diberikan (service delivery) dan kurikulum yang disampaikan (curriculum
delivery). Sebagai model pelayanan, akselerasi dapat diartikan sebagai
model layanan pembelajaran cara lompat kelas, misalnya bagi siswa yang memiliki
kemampuan tinggi (IQ di atas 130) diberi kesempatan untuk mengikuti
pelajaran pada kelas yang lebih tinggi dari yang seharusnya. Sementara itu,
sebagai model kurikulum, akselerasi berarti mempercepat bahan ajar dari yang
seharusnya dikuasai oleh siswa saat itu. Akselerasi akan membuat anak berbakat
menguasai banyak isi pelajaran dalam waktu yang sedikit. Anak-anak ini dapat
menguasai bahan ajar secara cepat dan merasa bahagia atas prestasi yang
dicapainya.
Menurut Sutratinah Tirtonegoro, percepatan (acceleration)
adalah “cara penanganan anak supernormal dengan memperbolehkan naik kelas
secara meloncat atau menyelesaikan program reguler di dalam jangka waktu yang
lebih singkat.” Beliau juga menambahkan bahwa variasi
bentuk-bentuk percepatan antara lain:
a. Early Admission (masuk lebih awal).
b. Advance Placement (naik kelas sebelum waktunya, mempercepat
waktu kenaikan kelas).
c. Advance Courses (mempercepat pelajaran), merangkap
kelas dan lain-lain cara untuk mempercepat kemajuan belajar anak supernormal
(anak berbakat).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ulya Latifah Lubis dalam
Hawadi yang memberikan pengertian akselerasi sebagai program pelayanan yang
diberikan kepada siswa dengan tingkat keberbakatan tinggi agar dapat
menyelesaikan masa belajarnya lebih cepat dari siswa yang lain (program
reguler). Direktorat Jendral Luar Biasa menyebutkan
bahwa “Jenis
akselerasi yang digunakan (di Indonesia) adalah telescoping, yaitu
mempersingkat waktu belajar dengan memberikan materi yang esensial saja kepada
siswa cerdas istimewa (anak berbakat)”. Siswa yang seharusnya menyelesaikan studi SMP
(Sekolah Menengah Pertama) atau SMA (Sekolah Menengah Atas) dalam waktu 3 tahun
dapat menyelesaikan materi kurikulum (yang telah diversifikasi) dalam waktu 2
tahun saja.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa
akselerasi adalah program layanan belajar yang ditujukan bagi mereka yang
memiliki kemampuan tinggi (IQ di atas 130) agar dapat menyelesaikan studinya
lebih cepat dari anak usia rata-rata sesuai kecepatan dan kemampuannya.
Program ini secara umum memenuhi kebutuhan peserta didik
yang memiliki karakteristik spesifik dari segi perkembangan kognitif dan
afektif. Secara khusus memberi pelayanan kepada siswa berbakat untuk dapat
menyelesaikan pendidikan lebih cepat dari biasanya.
B.
Tinjauan Historis, Yuridis dan
Sosiologis
Program Akselerasi
1. Tinjauan
Historis
Tokoh yang pertama kali merumuskan
akselerasi adalah Pressy (1949), mengemukakan bahwa program akselerasi sebagai
kemajuan dalam program pendidikan dengan laju yang lebih cepat dari pada yang
berlaku pada umumnya atau memulai suatu tingkat pendidikan pada usia yang lebih
muda dari pada yang berlaku pada umumnya.
Ciri-ciri keberbakatan Program kelas akselerasi dirintis
dengan konsepsi keberbakatan yang digunakan berasal dari Renzulli, Reis
&Smith (1978) bahwa keberbakatan menunjuk pada adanya keterkaitan antara
kelompok ciri (kluister) yaitu;
1)
Kemampuan diatas rata-rata
Kemampuan diatas rata -rata mencakup
2 hal yaitu; kemampuan umum dan spesifik. Kemampuan umum terdiri dari kapasitas
untuk memproses info, untuk mengintegrasikan pengalaman, dan hal ini terlihat
dalam proses yang cocok dan adaptif dalam situasi baru, serta kemampuan dalam
berfikir abstrak. Kemampuan spesifik terlihat dalam ekspresi sehari- hari:
Kreativitas Kelancaran, Keluwesan dan Orisinilitas dalam berfikir.
2)
Tanggung jawab terhadap tugas
Ciri yang konsisten ditemukan pada
orang yang tergolong kreatif - produktif adalah memiliki tanggung jawab, suatu
bentuk halus dari motivasi. Jika motivasi biasanya didefinisikan sebagai suatu
proses energi umum yang merupakan faktor pemicu pada organisasi, tanggung jawab
energi tersebut ditampilkan pada tugas tertentu yang spesifik. Sementara itu
Treffinger (1980) mengemukakan sejumlah karakteristik unik anak berbakat ialah
bahwa anak berbakat memiliki karakteristik berikut; 1).Rasa ingin tahu yang
tinggi (Curiosity) 2).Berimajinasi (Imagination) 3).Produktif (Produtivity)
4).Independen dalam berfikir dan menilai (Independence inthought and judgment)
5).Mau mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan informasi dan mewujudkan ide-
ide (Extensive foun of information andideas) 6).Memiliki ketekunan
(Presistence) 7).Bersikukuh dalam menyelesaikan masalah (Commitment tosolving
problems) 8).Berkonsentrasi ke masa depan dan hal-hal yang belum diketahui
(Concern with the future and the unknown), tidak hanyut pada masa lalu, terpaku
hari ini, atau cepat puas pada hal-hal yang sudah diketahui (not merely with
the past, thepresent, or the known)
Sejarahnya di Indonesia sendiri upaya pemerintah untuk
memberikan pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa telah dilakukan sejak tahun 1974 dalam bentuk
kebijakan atau program. Secara historis kebijakan pemerintah tersebut penulis
gambarkan secara lengkap dan urut kedalam table berikut
:
1974
|
Pemberian beasiswa bagi
peserta didik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah
Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang berbakat dan
berprestasi tinggi tetapi lemah kemampuan ekonomi keluarganya.
|
1982
|
Balitbang Dikbud membentuk
Kelompok Kerja Pengembangan Pendidikan Anak Berbakat (KKPPAB). Kelompok Kerja
ini mewakili unsur-unsur struktural serta unsur-unsur keahlian seperti Balitbang
Dikbud, Ditjen Dikdasmen, Ditjen Dikti, Perguruan Tinggi, serta unsur
keahlian di bidang sains, matematika, teknologi (elektronika, otomotif, dan
pertanian), bahasa, dan humaniora, serta psikologi.
|
1984
|
Balitbang
Dikbud menyelenggarakan perintisan pelayanan pendidikan anak berbakat dari
tingkat SD, SMP, SMA di satu daerah perkotaan (Jakarta) dan satu daerah
pedesaan (Kabupaten Cianjur). Program
pelayanan yang diberikan berupa pengayaan (enrichment) dalam bidang
sains (Fisika, kimia, Biologi, dan Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa),
matematika, teknologi (elektronika, otomotif, dan pertanian), bahasa (Inggris
dan Indonesia), humaniora, serta keterampilan membaca, menulis, dan meneliti.
Pelayanan pendidikan dilakukan di
kelas khusus di luar program kelas reguler pada waktu-waktu tertentu.
Perintisan pelayanan pendidikan
bagi anak berbakat ini pada tahun 1986 dihentikan seiring dengan pergantian
pimpinan dan kebijakan di jajaran Depdikbud.
|
1989
|
Di dalam UU no. 2 tahun 1989
tentang Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 8 ayat 2 dikemukakan
bahwa: “warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak
memperoleh perhatian khusus”.
Pasal 24, setiap peserta didik
pada satuan pendidikan mempunyai hak-hak sebagai berikut: (1) mendapat
perlakuan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, (5)
menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang telah ditentukan.
|
1993/1994
|
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan menerbitkan kebijakan tentang Sistem Penyelenggaraan Sekolah Unggul (Schools
of Excellence) dan membukanya di seluruh provinsi sebagai langkah
awal kembali untuk menyediakan program pelayanan khusus bagi peserta didik
dengan cara mengembangkan aneka bakat dan kreativitas siswa.
|
1998/1999
|
Dua sekolah
swasta di DKI Jakarta dan satu sekolah swasta di Jawa Barat melakukan ujicoba
pelayanan pendidikan bagi anak berpotensi kecerdasan dan bakat istimewa dalam
bentuk program percepatan belajar (akselerasi), yang mendapat arahan dari
Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah.
|
2000
|
Program percepaan belajar
dicanangkan oleh Menteri Pendidikan Nasional pada Rakernas Depdiknas menjadi
Program Pendidikan Nasional.
Pada kesempatan tersebut Mendiknas
melalui Dirjen Dikdasmen menyampaikan Surat Keputusan (SK) Penetepan Sekolah
Penyelenggara Program Percepatan Belajar kepada 11 sekolah terdiri dari 1 SD,
5 SMP dan 5 SMA di DKI Jakarta dan Jawa Barat.
|
2001/2002
|
Diputuskan penetapan kebijakan
diseminasi program percepatan belajar pada beberapa sekolah di beberapa
provinsi di Indonesia.
|
2003
|
Pasal 32 ayat (1) Pendidikan
khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, social dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.
|
2006
|
Diterbitkan Permendiknas no.
34/2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
|
2009
|
DiterbItkan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas RI) No. 70/2009 Tentang
“Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan dan
Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa”.
Pasal 1 : “Dalam Peraturan ini,
yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang
memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan
secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya”.
Pasal 5 ayat (1) :
“Penerimaan peserta didik berkelainan dan/atau peserta didik yang memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa pada satuan pendidikan
mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah”. Sekolah SSN atau RSBI
adalah sekolah yang memiliki sumber daya yang memadai untuk menyelenggarakan
pendidikan bagai peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau
bakat istimewa dalam bentuk program akselerasi.
|
2010
|
diterbitkan Peraturan Pemerintah
no. 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Pasal 134
(1) Pendidikan khusus bagi
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik menjadi prestasi
nyata sesuai dengan karakteristik keistimewaannya.
(2) Pendidikan khusus bagi
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
bertujuan mengaktualisasikan seluruh potensi keistimewaannya tanpa
mengabaikan keseimbangan perkembangan kecerdasan spiritual, intelektual,
emosional, sosial, estetik, kinestetik, dan kecerdasan lain.
Pasal 135
(1) Pendidikan khusus bagi
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat
diselenggarakan pada satuan pendidikan formal TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,
SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat.
(2) Program pendidikan
khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa dapat berupa:
a. program percepatan; dan/atau
b. program pengayaan.
(3) Program percepatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan persyaratan:
- peserta
didik memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa yang diukur
dengan tes psikologi;
- peserta
didik memiliki prestasi akademik tinggi dan/atau bakat istimewa di
bidang seni dan/atau olahraga; dan
- satuan
pendidikan penyelenggara telah atau hampir memenuhi Standar Nasional
Pendidikan.
(4) Program percepatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan dengan menerapkan sistem kredit
semester sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Penyelenggaraan program
pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
dalam bentuk:
a. kelas biasa;
b. kelas khusus; atau
c. satuan pendidikan khusus.
Pasal 136
Pemerintah provinsi
menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan pendidikan khusus bagi
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
|
2. Tinjauan
Yuridis
Kesungguhan
pemerintah untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi anak yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa secara tegas telah dinyatakan dalam Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Tekad ini
berlanjut terus dari tahun ke tahun, dan dipertahankan dalam Garis -Garis Besar
Haluan Negara berikutnya, penulis menyusunya ke dalam table berikut;
1983
|
"…
Demikian pula perhatian khusus perlu diberikan kepada anak -anak yang
berbakat istimewa agar mereka dapat mengembangkan kemampuannya
secara maksimal".
|
1988
|
“Anak didik berbakat istimewa perlu mendapat perhatian
khusus agar mereka dapat mengembangkan kemampuan sesuai dengan tingkat
pertumbuhan pribadinya“.
|
1993
|
“Peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan luar
biasa perlu mendapat perhatian khusus agar dapat dipacu perkembangan prestasi
dan bakatnya".
|
1998
|
"Peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan
luar biasa mendapat perhatian dan pelajaran lebih khusus agar dapat dipacu
perkembangan prestasi dan bakatnya tanpa mengabaikan potensi peserta didik
lainnya”.
|
Demikian
pula di dalam Undang–Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Pasal 8
ayat (2) menegaskan bahwa: Warga
negara yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus. Begitu pula dalam Pasal 24
dinyatakan bahwa "Setiap
peserta didik pada suatu
satuan pendidikan mempunyai hak –hak sebagai berikut: (1) mendapat perlakuan sesuai dengan bakat,
minat, dan kemampuannya; (2) mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas
dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri, maupun untuk memperoleh
pengakuan tingkat pendidikan
tertentu yang telah dibakukan; (6) menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang telah
ditentukan”.
Kesungguhan
untuk mengembangkan pendidikan bagi anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
ditekankan pula oleh Presiden Republik Indonesia ketika menerima anggota Badan Pertimbangan
Pendidikan Nasional (BPPN)
tanggal 19 Januari 1991, yang menyatakan bahwa: Agar lebih memperhatikan pelayanan pendidikan
terhadap anak –anak yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar biasa. ”Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional kembali menegaskan bahwa: Warga Negara yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat
istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus (pasal 5 ayat 4). Begitu pula dalam pasal 12 ayat 1 dinyatakan bahwa: Setiap peserta didik pada setiap
satuan pendidikan berhak: (b) mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; (f) menyelesaikan program
pendidikan sesuai dengan kecepatan
belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
Demikian
pula dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, hal
tersebut juga diakomodir pada Bab III yang mengatur tentang beban belajar yang
menggariskan bahwa Program
percepatan belajar dapat diselenggarakan
untuk mengakomodasi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pemerintah juga telah menerbitkan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 34
tahun 2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik yang memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau
Bakat Istimewa, yang secara
lebih khusus merupakan payung hukum dan rujukan bagi lebih terbinanya proses seleksi, pembinaan
berkelanjutan, dan pemberian penghargaan bagi peserta ajang kompetisi / olimpiade.
Kemudian Rancangan
Peraturan Pemerintah yang
akan menjadi dasar pelaksanaan Undang Undang Nomor 20 tahun 2003. Pada draft yang ada, dapat kita baca di bab VII
pasal 109 tentang rumusan Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, serta memiliki
potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
Kemudian pada Pasal 117 termaktub rumusan (1) Pendidikan
khusus bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau
bakat istimewa berfungsi mengembangkan potensi keunggulan peserta didik
menjadi prestasi nyata sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya,
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional (2) Pendidikan khusus
bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa bertujuan (a.) membentuk manusia berkualitas yang memiliki kecerdasan spiritual,
emosional, sosial, dan intelektual serta memiliki ketahanan dan kebugaran fisik; (b)
membentuk manusia berkualitas yang kompeten dalam pengetahuan dan seni, berkeahlian dan berketerampilan,
menjadi anggota masyarakat
yang bertanggung jawab, serta untuk mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan lebih lanjut
dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Selanjutnya
pada pasal berikutnya yaitu 118 dinyatakan bahwa (1) Pendidikan khusus bagi peserta
didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat diselenggarakan
pada satuan pendidikan SD /MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat; (2)
Program pendidikan khusus
bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat berupa program percepatan,
program pengayaan; atau gabungan program percepatan dan program pengayaan (3) Penyeleng -garaan
program pendidikan khusus
bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(2) dapat dilakukan dalam bentuk kelas inklusif, kelas khusus, satuan pendidikan khusus; atau,
satuan pendidikan inklusi.
3. Tinjauan
Sosiologis
Kurikulum berdiferensiasi
yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dengan cara memberikan
pengalaman belajar yang berbeda dalam arti kedalaman, keluasan, percepatan,
maupun dalam jenisnya. Jadi perubahan kurikulum yang ditekankan dan itu dapat
terwujud dalam berbagai bentuk berikut ini
a. Perubahan bersifat vertikal, di mana
peserta didik diperkenalkan pada isi kurikulum tertentu yang tidak diperoleh
teman-temannya di kelas reguler.
b. Perubahan
bersifat horisontal, berupa penyajian materi dengan keluasan, kedalaman, dan
intensitas yang lebih ditingkatkan dari pada biasanya. Di sini kurikulum
disesuaikan dengan tingkat berfikir abstrak yang lebih tinggi, konseptualisasi
lebih meluas, dan peningkatan kreativitas.
c. Pengalaman belajar yang baru, yang tidak ada dalam kurikulum
umum, misalnya pada tingkat SMA diberikan pelajaran seperti: Ilmu Kelautan,
Metodologi Penelitian, Psikologi Sosial, Ilmu Politik, Ilmu Hukum, dan
sebagainya.
Dalam kenyataannya, mendiferensiasikan kurikulum berarti
mengubah konten proses, produk, dan situasi (lingkungan belajar). Hal ini bisa
dilaksanakan pada setiap jenjang pendidikan dengan memperhatikan faktor
kematangan intelektual, latar belakang, dan kesiapan belajar serta interes
siswa.
Bruner dalam kaitan dengan ini menyatakan, hendaklah
beranjak dari hipotesis bahwa mata pelajaran apa pun bisa diajarkan secara
efektif dengan cara yang jujur pada setiap anak dalam kondisi perkembangan
kapan pun.
Dikuatkan juga oleh Sutratinah Tirtonegoro, bahwa untuk melayani pendidikan
Anak Supernormal maka perencanaan kurikulum harus mengalami perubahan-perubahan
antara lain:
a. Memperkaya kurikulum dengan menambah
mata pelajaran.
b. Memberi kesempatan memperkembangkan
sosial, emosi, dan kebudayaan.
c. Dengan mengadakan Sekolah Khusus,
Kelas Khusus, dan Fasilitas-fasilitas khusus.
d. Untuk SLTA lebih diperluas dan
diperdalam.
e. Memberi kesempatan seluas-luasnya
untuk memperoleh pengalaman lebih banyak untuk perkembangan bakatnya.
Sebagai
contoh ada 2 macam cara yang memperkaya kurikulum yaitu:
a. Kurikulum dipadat cepatkan (Process
Acceleration) terutama untuk pengetahuan-pengetahuan seperti: Sains,
Matematika, dan Bahasa Asing.
b. Kurikulum diperluas dan diperkaya
isinya.
C.
Tujuan Program Akselerasi
Dengan
diselenggarakannya program ini, ada beberapa alasan yang masuk akal:
- Alasan
efisiensi sosial pragmatis penyelenggaraan pendidikan. Karena Negara
Indonesia yang sedemikian besar, dengan penduduk amat banyak, dilihat
masalah pengembangan sumber daya manusia, tetapi miskin dana untuk
pendidikan, maka lebih baik mendayagunakan dana yang sedikit itu secara
lebih signifikan untuk memacu anak-anak cerdas agar lahir kelompok elite
yang handal untuk memperbaiki kondisi bangsa ini secara lebih cepat, dari
pada dana yang sedikit itu dibagi ratakan ke semua anak tetapi dampaknya
tidak signifikan.
- Membuat
kelas yang relatif homogen sehingga siswa yang merasa luar biasa (cerdas)
tidak dirugikan oleh keterlambatan belajar siswa biasa. Sering dikeluhkan
banyak guru, anak-anak cerdas di kelas heterogen cenderung merasa cepat
bosan belajar dan cenderung mengganggu. Karena itu, anak-anak cerdas ini
perlu mendapat layanan khusus di kelas yang terpisah dari kelas anak
biasa. Dengan begitu, pengelolaan kelasnya menjadi lebih mudah.
- Memberikan
penghargaan (reward) dan perlindungan hak asasi untuk belajar lebih cepat
sesuai dengan potensinya. Menurut Nasichin (dalam Hawadi) Ada dua tujuan
yang ingin dicapai dengan adanya program akselerasi bagi mereka yang
memiliki kemampuan yang lebih, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
· Tujuan Umum
1. Memberikan pelayanan terhadap peserta didik yang memiliki
karakteristik khusus dari aspek kognitif dan efektifnya.
2.
Memenuhi hak asasinya selaku peserta didik sesuai dengan
kebutuhan pendidikan dirinya
3.
Memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan peserta
didik.
4.
Menyiapkan peserta didik menjadi pemimpin masa depan
· Tujuan Khusus
1. Menghargai peserta didik yang memiliki kemampuan dan
kecerdasan luar biasa untuk dapat menyelesaikan pendidikan lebih cepat.
2. Memacu kualitas siswa dalam menigkatkan kecerdasan spiritual,
intelektual dan emosional secara berimbang.
3. Meningkatkan efektifitas dan
efisiensi proses pembelajaran peserta didik.
Dalam proses pembelajarannya, kurikulum yang diberikan pada
siswa CI+BI (kelas akselerasi) tidak boleh sama dengan kelas reguler, karena
bobot dan kedalamannya tidak sesuai dengan karakter siswa CI+BI. Materi yang
disajikan kepada anak CI+BI harus berada pada tingkat tinggi. Dalam konteks
yang lebih modern, pengertian akselerasi tidak hanya isi pelajaran disajikan
dalam bentuk yang ringkas dan dipercepat. Tetapi juga terkait dengan bagaimana
teknik instruksional direkayasa. Oleh karena itu, upaya mengembangkan standar
isi mandiri bagi program CI+BI menjadi penting untuk dilakukan.
1.
Permasalahan pada Program Akselerasi
Sejak tahun ajaran 1998/1999 Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas) mengadakan uji coba program akselerasi untuk anak berbakat
intelektual. Dengan program ini, lama belajar siswa dapat dipercepat selama
satu tahun pada setiap satuan pendidikan. Sekolah Dasar (SD) dari enam tahun
dipercepat menjadi lima tahun, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan
Sekolah Menengah Umum (SMU) dari tiga tahun menjadi masing-masing dua tahun.
Peserta program ini adalah siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata,
kreatif, dan tanggung jawab terhadap tugas.
Dalam pelaksanaannya, ternyata ditemukan berbagai masalah.
Seorang wakil kepala sekolah salah satu penyelenggara program ini pernah
mengisahkan pengalamannya. Dia berujar, ''Selama pelaksanaan akselerasi di
sekolah ini, saya menemukan beberapa hal yang aneh. Antara lain siswa terlihat
kurang komunikasi, mengalami ketegangan, kurang bergaul dan tidak suka pada
pelajaran olah raga. Mereka tegang seperti robot. Kami juga dapat laporan dari
orang tua bahwa kini mereka sulit berkomunikasi dengan anaknya”.
Hal itu, antara lain yang mendorong Nuraida untuk melakukan
penelitian. Tim Peneliti Pusbangsitek Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta ini lebih menitikberatkan pada kecerdasan emosional siswa
peserta akselerasi pada tingkat SMU. Dugaannya, kala itu, masalah ini terjadi
karena tidak tercapainya salah satu tujuan program akselerasi, yaitu
meningkatkan kecerdasan emosional.
Nuraida menuturkan, akselerasi yang dilaksanakan di
Indonesia adalah akselerasi yang berbasis kurikulum nasional. Tingkat SMU,
misalnya, ada 13 mata pelajaran: Agama, IPS, PPKN, Bahasa dan Sastra Indonesia,
sejarah nasional dan sejarah umum, bahasa Inggris, pendidikan jasmani dan
kesehatan, matematika, fisika, kimia, biologi, geografi, olah raga dan seni
rupa, ditambah dengan sejumlah ekstra kurikuler. Oleh karena itu, Indonesia
memakai jenis akselerasi Telescoping curriculum dan Compacting
curriculum.
Alasan pemilihan jenis ini agar siswa tidak meninggalkan
salah satu pelajaran tersebut. Jadi siswa mendapatkan semua pelajaran dalam
sistem pendidikan nasional. Tekniknya, dengan mengambil pelajaran yang esensial
saja sedangkan materi-materi yang tidak esensial bisa dipelajari sendiri oleh
siswa. Tidak perlu tatap muka. Dengan cara seperti ini, siswa dapat
menyelesaikan pendidikannya dalam waktu lebih cepat.
Kenyataannya, terdapat kesulitan karena sistem pendidikan
yang sentralistik. Jumlah pelajaran sangat banyak, namum belum ada layanan
individual sesuai dengan bakat dan minat. Karena itu, harus mengakselerasikan
13 mata pelajaran yang terdapat dalam kurikulum nasional. Akibatnya siswa
sangat merasa berat karena harus mempelajari semua mata pelajaran dalam waktu
yang sangat cepat.
Ini berbeda dengan di Amerika. Di Negeri Paman Sam tersebut,
peserta didik yang mengikuti program akselerasi tidak diberikan semua mata
pelajaran. Anak berbakat matematika memiliki kurikulum khusus di bidang
matematika. Jumlah pelajaran pun tak banyak. Antara lain; computer science,
Humanities, Math, science course dan writing course. Namun mereka
mempelajarinya secara luas dan mendalam sekali.
Bagi siswa yang telah menguasai sejumlah pelajaran
matematika pada satu tingkatan maka dia perbolehkan mempelajari matematika pada
tingkat yang lebih lanjut. Misalnya loncat ke kelas yang lebih tinggi, belajar
matematika pada tingkat universitas, kelas gabungan, telescoping
kurikulum, dan sebagainya.
Begitulah pelaksanaan program akselerasi di negeri itu.
Tujuannya, meningkatkan efisiensi, efektivitas, memberikan penghargaan,
kesempatan untuk berkarir lebih cepat dan meningkatkan produktivitas. Hal ini
sangat mungkin dilakukan karena sistem pendidikan mereka sangat fleksibel.
Artinya dalam sistem pendidikan mereka, pemerintah memberikan kebebasan kepada
tiap negara bagian untuk mengelola pendidikan sesuai bakat dan minat.
Pemerintah hanya memberikan rambu-rambu secara garis besar yang harus dimiliki
oleh warga setelah lulus.
Jadi, bisa dipahami mengapa akselerasi yang dilaksanakan di
Amerika berhasil dengan baik dan dalam waktu yang relatif cepat mampu
menghasilkan sejumlah saintis. Kurikulum yang mereka kembangkan sangat
fokus, tergantung pada bakat yang dimiliki oleh seorang anak. Anak yang
berbakat matematika hanya memperdalam matematika dan pelajaran yang serumpun
dengannya. Dengan cara ini akan memudahkan anak-anak menguasai pelajaran yang
diberikan oleh gurunya. Inilah teknik mencetak orang ahli dalam bidangnya.
Apakah tujuan pelaksanaan program akselerasi di Indonesia
yang telah dirumuskan akan berhasil dengan menggunakan kurikulum nasional
bermuatan 13 mata pelajaran? Penelitian Nuraida yang menitik beratkan pada
aspek kecerdasan emosional tidak menemukan pengaruh yang berarti. Itu diketahui
setelah melakukan tes kecerdasan emosional pada kelas akselerasi dan
dibandingkan dengan siswa kelas reguler pada sekolah yang sama dan umur yang
sama.
Hasil tes pengukuran kecerdasan emosional menunjukan bahwa
skor kecerdasan emosional siswa akselerasi lebih rendah dari pada siswa
reguler. Namun rendahnya tidak signifikan. ''Jadi bisa dikatakan sama dengan
siswa kelas reguler,'' tuturnya.
Ini dapat disimpulkan bahwa program akselerasi Indonesia
yang berbasis kurikulum nasional belum mencapai tujuan yang telah dirumuskan,
seperti meningkatkan kecerdasan emosional. Siswa banyak yang stres, tegang, dan
jarang komunikasi. Pada hal menurut hasil penelitian yang dihimpun oleh Barbara
Clark (1982) tentang anak berbakat Matematika usia 12-13 tahun pada Universitas
John Hopkins Amerika, jelas Nuraida.,
skor penyesuaian emosional dan sosial peserta program akselerasi di atas
rata-rata, menurut penulis program akselerasi hanya belum tepat atau belum siap
diterapkan di Indonesia jika ditinjau dari aspek sosiologis masyarakat siswa
khususnya di Negara kita, masih perlu kesiapan setiap siswa tersebut yang
matang dengan lebih mengerucut kepada bakat dan keahlian sebagaiaman
mengerucutnya ke-linier-an yang dituntut pada tataran Perguruan Tinggi,
sebagaimana yang telah lama diterapkan di negara-negara maju pula.
2.
Kurikulum Program Akselerasi
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyeleggaraa kegiatan belajar-mengajar. Sedang menurut (Tyler 1949, dalam
Siskandar) pengertian kurikulum mencakup empat pertanyaan yang mendasar yang
harus dijawab dalam mengembangkan kurikulum dan rencana pengajaran yaitu (a)
apa tujuan yang harus dicapai oleh sekolah, (b) pengalaman-pengalaman belajar
seperti apa yang dapat dilaksanakan guna mencapai tujuan yang dimaksud, (c)
bagaimana pengalaman tersebut diorganisasikan secara efektif, dan (d) bagaimana
cara menentukan bahwa tujuan pendidikan telah tercapai.
Dari pernyataan di atas dapat
disimpulkan kurikulum memiliki empat unsur, yaitu: (1) tujuan yang ingin
dicapai, (2) struktur dan isi kurikulum yang berupa mata pelajaran dan kegiatan
serta pembagian waktu yang dugunakan dalam kegiatan belajar-mengajar, (3)
pengorganisasian kegiatan belajar-mengajar, dan (4) penilaian utuk mengetahui
apakah tujuan telah tercapai atau belum.
Muatan materi kurikulum untuk program
akselerasi tidak berbeda dengan kurikulum standar yang digunakan untuk program
regular. Perbedaannya
terletak pada penyusunan kembali struktur program pengajaran dalam alokasi
waktu yang lebih singkat. Program akselerasi ini akan menjadikan kurikulum
standar yang biasanya ditempuh siswa SMA dalam tiga tahun menjadi hanya dua
tahun. Pada tahun pertama, siswa akan mempelajari seluruh materi kelas satu ditambah dengan setengah materi
kelas dua. Di tahun kedua, mereka akan
mempelajari materi kelas 2 yang tersisa dan seluruh materi kelas 3.
Pengaturan kembali program pembelajaran
pada kurikulum standar yang biasanya diberikan dengan alokasi waktu sembilan
cawu menjadi enam cawu
dilakukan tanpa
mengurangi isi kurikulum. Kuncinya
terletak pada analisis materi kurikulum dengan kalender akademis yang dibuat
khusus. Seperti diketahui, untuk siswa berbakat intelektual dengan keberbakatan
tinggi, tidak semua materi kurikulum standar perlu disampaikan dalam bentuk
tatap muka dan atau dengan irama belajar yang sama dengan siswa regular.
Oleh karena itu, setiap guru yang mengajar di kelas
akselerasi perlu terlebih dahulu melakukan analisis materi pelajaran untuk
menentukan sifat materi yang esensial dan kurang. Suatu materi dikatakan
memiliki konsep esensial bila memenuhi kriteria berikut ini: (1) konsep dasar;
(2) konsep yang menjadi dasar untuk konsep berikut; (3) konsep yang berguna
untuk aplikasi; (4) konsep yang sering muncul pada Ebtanas; (5) konsep yang
sering muncul pada UMPTN untuk SMA. Materi pelajaran yang diidentifikasi
sebagai konsep-konsep yang esensial diprioritaskan untuk diberikan secara tatap
muka, sedangkan materi-materi yang non-esensial, kegiatan pembelajarannya dapat
dilakukan dalam bentuk kegiatan mandiri.
Dijelaskan juga oleh Conny R Semiawan,
sesuai dengan karakter anak yang berkemampuan kecerdasan di atas rata-rata ini,
kurikulum atau Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) atau materi
pelajaran telah didiskusikan dan disusun oleh pusat pengembangan kurikulum
sejak 1981. Sebelum
uji coba pelaksanaan Program Anak Berbakat dilaksanakan tahun 1984 kurikulum
berdeferensiasi dibuat. Dikaitkan dengan hal di atas kemampuan gurulah yang
selalu harus ditingkatkan, misalnya kecekatan dalam hal menganalisis kurikulum
sesuai perkembangan anak dan kebutuhan penanjakan kemampuan fikir atau mental
anak dan membuat anak senang belajar.
Kurikulum yang digunakan pada program
akselerasi adalah kurikulum Nasional dan muatan lokal, yang dimodifikasi dengan
penekanan pada materi yang esensi dan dikembangkan melalui sistem pembelajaran
yang dapat memacu dan mewadahi integrasi pengembangan spiritual, logika, etika,
dan estetika serta mengembangkan kemampuan berfikir holistik, kreatif,
sistemik, linier, dan konvergen utuk memenuhi tuntutan masa kini dan masa
depan.
Dengan demikian kurikulum program akselerasi adalah
kurikulum yang diberlakukan untuk satuan pendidikan yang bersangkutan, sehingga
lulusan program akselerasi memiliki kualitas dan standar kompetensi yang sama
dengan lulusan program reguler. Perbedaannya hanya terletak pada waktu
keseluruhan yang ditempuh dalam menyelesaikan pendidikannya lebih cepat bila
dibanding dengan program reguler.
Kurikulum akselerasi ini dikembangkan secara diferensiatif.
Artinya kurikulum yang digunakan disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki
oleh siswa. Diferensiasi dalam kurikulum akselerasi menurut Cledening &
Davies, 1983 (dalam Hawadi Dkk) adalah isi pelajaran yang menunjuk pada konsep
dan proses kognitif tingkat tinggi, strategi intruksional yang akomodatif
dengan gaya belajar anak berbakat dan rencana yang memfasilitasi kinerja siswa.
Kurikulum ini mencakup empat dimensi dan satu sama lainnya
tidak dapat dipisahkan. Dimensi itu adalah:
1. Dimensi Umum
Merupakan kurikulum inti yang
memberikan keterampilan dasar pengetahuan, pemahaman, nilai, dan sikap yang
memungkinkan siswa dapat berfungsi sesuai dengan tuntutan di masyarakat ataupun
tantangan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dimensi umum ini merupakan
kurikulum inti yang juga diberikan kepada siswa lain dalam jenjang pendidikan
yang sama.
2. Dimensi Diferensiasi
Dimensi ini berkaitan dengan ciri
khas perkembangan peserta didik yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan luar
biasa, yang merupakan program khusus dan pilihan terhadap bidang studi
tertentu. Siswa dapat memilih bidang studi yang diminatinya untuk dapat
diketahui lebih luas dan mendalam.
3. Dimensi Non Akademis
Dimensi ini memberikan kesempatan
peserta didik utuk belajar di luar kegiatan sekolah formal melalui media lain
seperti radio, televisi, internet, CD-Rom, wawancara pakar,kunjungan ke museum
dan sebagainya.
4.
Dimensi Suasana Belajar
Pengalaman belajar yang dijabarkan
dari lingkugan keluarga dan sekolah. Iklim akademis, sistem ganjaran dan
hukuman, hubugan antar siswa, hubungan siswa dengan guru, antara guru dengan
orang tua siswa, hubungan siswa dengan orang tua merupakan unsur yang
menentukan lingkungan belajar.
Pengembangan kurikulum berdiferensiasi untuk program
percepatan belajar dapat dilakukan dengan melakukan modifikasi kurikulum
nasional dan muatan lokal
dengan cara sebagai berikut:
1. Modifikasi alokasi waktu, yang
disesuaikan kecepatan belajar bagi siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa ;
2. Modifikasi isi atau materi, dipilih
yang esensial;
3. Modifikasi sarana-prasarana, yang
disesuaikan dengan karakteristik siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa yakni senang menemukan sendiri pengetahuan baru;
4. Modifikasi lingkungan belajar yang
memungkinkan siswa memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dapat
memenuhi kehausan akan pengetahuan;
5. Modifikasi pengelolaan kelas, yang
memungkinkan siswa dapat bekerja di kelas, baik secara mandiri, berpasangan,
maupun kelompok.
D.
Tinjauan Pakar tentang
Program Akselerasi
Berbagai penelitian mengenai siswa unggul dan adanya program
akselerasi di berbagai Negara yang berusaha mengakomodasi kebutuhan golongan
siswa tersebut, termasuk pula berbagai pro dan kontra mengenai dampak
akselerasi dari berbagai aspek. Dimulai dari berbagai penelitian yang dilakukan
pada beberapa SMA di Indonesia yang memiliki program akselerasi, guru besar
baru Asmadi Alsa menyimpulkan beberapa hal, diantaranya bahwa siswa akselerasi
memang memperoleh percepatan dalam hal perkembangan secara kognitif, namun
tidak dalam hal afektif dan psikomotorik. Akselerasi sangat esensial dalam menyediakan
kesempatan pendidikan yang tepat bagi siswa yang cerdas. Proses yang terjadi
akan memungkinkan siswa untuk memelihara semangat dan gairah belajarnya.
Akselerasi membawa siswa pada tantangan yang berkesinambungan yang akan
menyiapkan siswa menghadapi kekakuan pendidikan selanjutnya dan produktivitas
selaku orang dewasa. Melalui program akselerasi ini, siswa diharapkan akan
memasuki dunia profesional pada usia yang lebih muda dan memperoleh
kesempatan-kesempatan untuk bekerja produktif
Namun begitu, aktivitas belajar yang padat dapat memacu
siswa sehingga memiliki daya juang yang tinggi dalam belajar, karena memang
tidak ditemukan adanya dampak negatif dari hal itu. Meski demikian, pemantauan
pada semester awal menjadi amat penting dalam rangka melakukan tindakan
lanjutan bagi siswa yang ditemukan memiliki potensi tidak cukup mampu melakukan
penyesuaian diri dengan tuntutan program maupun juga lingkungan akademik dan sosial
yang baru. Bagaimanapun, evaluasi terhadap program akselerasi di Indonesia
harus terus dilakukan dari berbagai aspek. Keberhasilan akselerasi di Negara
lain tidaklah dapat menjadi pegangan, mengingat kondisi demografis dan
sosio-kultural yang berbeda.
Dengan tekad seluruh pihak, terutama Departemen Pendidikan
Nasional untuk mengakomodasi kebutuhan adanya pendidikan yang berkualitas bagi
semua pihak, termasuk bagi para siswa unggul, semoga saja program akselerasi
yang kini telah berjalan (dan kelak akan dikembangkan) dapat menghasilkan
calon-calon pemimpin bangsa yang berintegritas tinggi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
- Akselerasi adalah program
layanan belajar yang ditujukan bagi mereka yang memiliki kemampuan tinggi
(IQ di atas 130) agar dapat menyelesaikan studinya lebih cepat dari anak
usia rata-rata sesuai kecepatan dan kemampuannya.
- Tinjauan
Historis: Tokoh yang pertama kali merumuskan akselerasi
adalah Pressy (1949), mengemukakan bahwa program akselerasi sebagai
kemajuan dalam program pendidikan dengan laju yang lebih cepat dari pada
yang berlaku pada umumnya atau memulai suatu tingkat pendidikan pada usia
yang lebih muda dari pada yang berlaku pada umumnya. Tinjauan Yuridis:
dalam
GBHN; "Peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan
luar biasa mendapat perhatian dan pelajaran lebih khusus agar dapat dipacu
perkembangan prestasi dan bakatnya tanpa mengabaikan potensi peserta didik
lainnya”. Dalam Undang–Undang; Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas Pasal 8 ayat (2) menegaskan: Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak
memperoleh perhatian khusus. Dalam Permendiknas; No.22 th.2006 tentang Standar
Isi, yang mengatur tentang
beban belajar yang menggariskan bahwa: Program percepatan belajar dapat diselenggarakan untuk
mengakomodasi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Tinjauan Sosiologis: Kurikulum
berdiferensiasi yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa dengan
cara memberikan pengalaman belajar yang berbeda dalam arti kedalaman,
keluasan, percepatan, maupun dalam jenisnya.
- Tujuan
Umum program akselerasi; Memberikan pelayanan terhadap peserta didik yang
memiliki karakteristik khusus, memenuhi hak asasinya sesuai kebutuhan,
memenuhi minat intelektual dan perspektif masa depan, menyiapkan pemimpin
masa depan. Tujuan
Khusus; Menghargai
peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa, memacu kualitas siswa meningkatkan kecerdasan spiritual,
intelektual dan emosional, meningkatkan efektifitas dan efisiensi proses
pembelajaran peserta didik.
- Menurut
pakar; siswa akselerasi memang memperoleh percepatan dalam hal
perkembangan secara kognitif, namun tidak dalam hal afektif dan
psikomotorik untuk mengakomodasi kebutuhan adanya pendidikan yang
berkualitas bagi semua pihak, termasuk bagi para siswa unggul.
DAFTAR PUSTAKA
Alsa, Asmadi. 2007. Program akselerasi SMA ditinjau dari sudut
pandang psikologi pendidikan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Braggett, EJ. 1994, Developing
Programs for Gifted Students. Australia: Hawker Brownlow Education.
Hawadi, Akbar, Reni. 2004. Akselerasi:
A-Z Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual, Jakarta: Grasindo Widiasarana Indonesia.
__________, 2001. Kurikulum
Berdiferensiasi. Jakarta:
Grasindo Widiasarana Indonesia.
Jones, E. D., and Southern,
W. T., t.t. Types of Acceleration: Dimensions and Issues, by, A Nation Deceived,
V. II, Chapter 1.
Nuraida, Hawadi, L.F., Moesono,
A. 2007. Dampak Program Akselerasi Indonesia yang Berbasis Kurikulum Nasional
Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Peserta Akselerasi Tingkat SMA di Jakarta. Jurnal
Keberbakatan dan Kreativitas “Gifted Review”. Vol. 1 No. 1. T.p.
Pendidikan
Dasar dan Menengah, Direktorat. 2003. Pedoman Penyelenggaraan Program
Percepatan Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Rogers, KB. 2002. Re-Forming Gifted Education,
Arizona: Great Potential Press, Inc.
Semiawan,
Conny. 1997. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: PT Gramedia
Widiasarana.
Sekolah Luar Biasa, Direktorat
Pembinaan. 2010. Panduan Guru dan Orang tua Pendidikan Cerdas Istimewa. Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional.
Tirtonegoro, Sutratinah.
2001. Anak Supernormal dan Program Pendidikannya, Yogyakarta: Bumi Aksara.
Definisi Akselerasi, online,
www.artikata.com/arti-318216-akselerasi.html, diakses pada 30 Maret 2015.
Reni Akbar-Hawadi (Ed), Akselerasi: A-Z
Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual (Jakarta:
Grasindo Widiasarana Indonesia, 2004), 5-6.
Sutratinah Tirtonegoro,
Anak Supernormal dan Program Pendidikannya (Yogyakarta: Bumi Aksara, 2001),
104.
M. Fakhrudin, Program Percepatan Belajar (Akselerasi)
Sebagai Salah Satu Inovasi Labschool dalam Memberikan Layanan Belajar bagi
Siswa Cerdas Isitmewa, PDF, 4-5.
Direktorat
Pendidikan Dasar dan Menengah, Pedoman Penyelenggaraan Program Percepatan
Belajar (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003), 41-42.
Conny Semiawan, Perspektif
Pendidikan Anak Berbakat (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana, 1997), 141.
Sutratinah
Tirtonegoro, Anak Supernormal..., 120.
E. D. Jones and W. T. Southern. Types of
Acceleration: Dimensions and Issues,” by, A Nation Deceived, V.
II, Chapter 1, 5–12.
Nuraida, Hawadi, L.F. dan
Moesono, A. (2007). Dampak Program Akselerasi Indonesia yang Berbasis Kurikulum
Nasional Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa Peserta Akselerasi Tingkat SMA di
Jakarta. Jurnal Keberbakatan dan Kreativitas “Gifted Review”. Vol. 1 No. 1,
47-54.
Memakai kata cawu:
menurut pemakalah, penulis buku masih berorientasi pada sistem cawu, belum
semester. Pemakalah mencari refrensi yang berorientasi pada semester belum
ditemukan.
Reni Akbar-Hawadi Dkk, Kurikulum
Berdiferensiasi (Jakarta: Grasindo
Widiasarana Indonesia, 2001), 3.
Asmadi Alsa, Program akselerasi SMA
ditinjau dari sudut pandang psikologi pendidikan (Jogja: Universitas Gajah
Mada, 2007) disampaikan pada pengukuhan Guru Besar Fak. Psikologi Rabu 6 Juni
2007.